Kalau dengan dibully aku bisa selalu mendapatkan perhatianmu, aku rela dibully seumur hidup...
*****
image courtesy of freepik |
“Wahyu...”
Seorang cowok bertubuh atletis melambaikan tangan ke arahku, “Sini...”
teriaknya.
Aku tersenyum lalu setengah berlari mendekatinya, “Udah lama?”
tanyaku sesaat setelah duduk di sampingnya.
“Nggak, baru aja.” Jawabnya sambil tersenyum, memperlihatkan
lesung pipi di pipinya yang membuatnya terlihat sangat manis.
Namanya Raka Mahendra, teman sekelasku. Dia adalah ketua OSIS
sekaligus kapten tim basket sekolahku. Selain memiliki tubuh yang proposional
dan wajah yang tampan, dia juga memiliki otak yang encer, khususnya dalam
bidang Matematika. Sudah beberapa kali dia dikirim ke Jakarta untuk mengikuti
olimpiade matematika tingkat nasional. Walaupun dia belum pernah mendapat
medali emas, dia merupakan kebanggaan SMA ku dan keberadaanya membuat banyak
siswa ingin melanjutkan sekolah di sini, meskipun sekolahku tidak termasuk
sekolah favorit.
Dia sangat populer, khususnya di kalangan cewek – cewek. Kurasa
semua siswi di sekolahku, dan bahkan guru – guru perempuan, mengidolakannya.
Hampir setiap hari ada saja yang menaruh cokelat dan surat di kolong bangkunya.
Namun, hanya beberapa gadis saja yang beruntung bisa menjadi pacarnya. Dan,
yang kumaksud dengan beberapa itu adalah puluhan. Raka memang terkenal playboy,
dia tidak pernah bertahan dengan satu cewek lebih dari sebulan dan dia tidak
pernah jomblo lebih dari seminggu. Mungkin aku terdengar mengada – ngada, tapi
itulah kenyataannya.
Dia selalu dikelilingi wanita dan itu membuatku cemburu....
Jumlah siswa di sekolahku lumayan banyak, lebih dari seribu,
namun Raka adalah satu – satunya siswa yang mau bergaul denganku. Dia selalu
berkata kalau aku sangat polos dan asyik diajak bicara, tidak seperti
kebanyakan anak – anak di sini yang hanya terlihat baik di luarnya saja,
sedangkan di dalamnya… busuk....
Aku sudah berteman dengan Raka sejak hari pertama MOS. Saat itu
aku dibully oleh senior – senior ku. Mereka menyuruhku meakukan hal – hal
menyebalkan seperti menempelkan kertas berisi tulisan “Aku cewek bispak” di
punggung seorang siswi baru berkaca mata tebal, mencium bau ketiak seorang
senior gendut yang terlihat sangat jorok, dan hal – hal tak manusiawi lainnya.
Raka yang kebetulan satu kelompok denganku, membelaku. Karena postur tubuh Raka
jauh lebih kekar daripada senior – senior itu, merekapun melepaskanku. Saat
itulah pertama kalinya aku berkenalan dengannya dan menjabat tangan hangatnya,
saat itulah pertama kalinya aku merasakan getaran aneh di dadaku, yang kuyakin
bernama cinta.
Aku merasa sangat senang begitu tahu kalau aku dan Raka berada
di kelas yang sama. Dia selalu membelaku saat aku dijahili oleh teman – teman
seangkatan maupun kakak kelas. Aku tak mengerti kenapa mereka begitu
membenciku, apakah sedikit ketidaknormalanku mengganggu mereka? Namun aku tidak
begitu mempedulikan hal itu, selama Raka masih ada di sisiku untuk membelaku,
aku merasa aman, tak ada yang perlu aku takuti.
“Eh, ada yang lagi pacaran.” Segerombolan senior cewek
berpenampilan menor berjalan di samping bangku kantin yang kami duduki.
“Cewek lo cantik banget. Nemu di Jl. Pramuka ya? Haha” mereka
semua tertawa terbahak – bahak.
Aku mengepalkan kedua tanganku, rasanya aku ingin sekali memukul
mereka.
“Ada hubungannya dengan kalian?” Raka menatap gerombolan pegacau
itu satu persatu. Seketika tawa mereka menghilang, sorot mata Raka memang
tajam. Walaupun wajahnya manis, kalau dia sedang emosi, dia terlihat cukup
menyeramkan.
“Ihh gitu aja marah...” cewek – cewek itupun pergi.
“Thanks ya, Ka.” Kataku.
“Lo jangan lemah gitu dong Yu, sampai kapan lo mau dibully
terus? Sekali – sekali lo harus lawan mereka biar mereka berhenti gangguin lo.”
Kalau dengan dibully aku bisa selalu mendapatkan perhatianmu,
aku rela dibully seumur hidup...
“Sayang....” sebuah suara manja terdengar dari depan kantin. Aku
menoleh ke arah suara itu, dan aku melihat seorang gadis berparas cantik
memakai seragam ketat yang menunjukkan lekuk tubuhnya, “Aku cariin di kelas,
taunya kamu ada di sini.” Dia duduk di samping Raka, “Kamu ngapain sih deket –
deket ma orang aneh ini?” dia berbisik, namun cukup keras hingga aku bisa
mendengarnya, atau dia memang sengaja membuatku bisa mendengar perkataannya.
“Namanya Wahyu, bukan orang aneh.” Jawab Raka ketus.
“Hm... iya deh. Yang, makan bareng yuk, berdua aja.”
“Aku udah janji mau nraktir Wahyu.”
“Ih... ya udah kalo gitu, aku ikut ya.”
Raka mengangguk.
Kamipun makan bertiga. Cewek itu makan sampil menempel terus
bagaikan perangko di tubuh Raka, seakan menunjukkan ke seluruh penghuni sekolah
kalau bulan ini dialah gadis beruntung yang bisa menaklukan hati Raka. Raka
yang memang pencinta wanita tak ragu menunjukkan kemesraannya di depan publik.
Aku berusaha sekuat tenaga menahan rasa perih di hatiku. Aku
sudah berjanji dari awal kalau aku akan terus memendam perasaanku pada Raka
karena dia tidak akan pernah menjadi milikku, tidak akan pernah, tidak di
kehidupan ini... karena kami... karena kami berjenis kelamin sama....
No comments:
Post a Comment