Thursday, April 16, 2020

TERNYATA...


Masuk UKM MAPALA memang merupakan keinginanku sejak dulu. Di SMA-ku tidak ada SISPALA, jadi aku tidak pernah dapat kesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang kegiatan pencinta alam.

Image courtesy of wallpapercave.com

Aku dan puluhan mahasiswa baru lainnya berkerumun di dekat gardu tinggi yang ada di kampus tengah. Kakak-kakak dari MAPALA Loka Samgraha  sedang mempromosikan UKM tertua kedua di Undiksha ini, “Yakin deh, kalian nggak bakalan nyesel ikut MAPALA. Banyak kegiatan-kegiatan serunya, kayak hiking, trekking, camping, dan diving.” kata seorang cowok berkaca mata, kalau nggak salah namanya kak Adi.

“Keanggotaan MAPALA berlaku seumur hidup, nggak kayak UKM lainnya. Kalaupun kalian sudah tamat dari Undiksha, kalian akan tetap menjadi anggota LS.” imbuh seorang cewek yang berdiri di sampingnya, namanya kak Putri.

Aku tersenyum, membayangkan betapa menyenangkannya menjadi anak MAPALA, bisa bersatu dengan alam; mendaki gunung, kemah di hutan, dan menyelam di laut-laut Bali yang keindahan bawah lautnya sudah tidak disangsikan lagi.

“Ada yang bertanya? Kalau mau bertanya sebut nama dan jurusan ya!” suara kak Adi membuyarkan lamunan indahku.

Aku langsung angkat tangan, “Nama saya Rahayu Metasari, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Kak, maaf ya sebelumnya, saya sempet denger MAPALA itu singkatan dari Mahasiswa Paling Lama, bener nggak sih kak?”

Kak adi tersenyum mendengar pertanyaanku. Senyumnya cukup manis walaupun wajahnya lumayan serem. Rambutnya agak gondrong dan kulitnya hitam legam, “Jangan percaya, itu cuma gossip. Kalo dulu emang sih motto anak MAPALA itu “Jangan sampai kuliah mengganggu organisasi”, tapi sekarang udah berubah. Banyak kok anak MAPALA yang bisa wisuda tepat waktu dengan IP tinggi.”

Aku lega mendengar jawaban Kak Adi.

“Ada pertanyaan lain?”


Beberapa mahasiswa mengangkat tangan dan bertanya, tapi aku nggak begitu memperhatikan pertanyaan-pertanyaan mereka, aku sibuk membayangkan kegiatan-kegiatan yang akan aku lakukan nanti setelah bergabung dengan UKM MAPALA.

Setelah sesi tanya jawab, seorang anggota MAPALA yang agak chubby berkata, “Nah adik-adik, udah nggak ada pertanyaan kan? Oh iya, nama kakak Putra Wibisana, panggil aja Wibi. Ada yang mau nyoba flying fox nggak?”

“MAU......” semua mahasiswa baru angkat tangan.

“Kamu deh, yang nanya pertama tadi.” Kak Wibi menunjukku.

“Saya kak?”

“Iya kamu, siapa nama kamu?”

“Rahayu kak.” Aku seneng banget. Gila... Flying fox gratis! Kapan lagi?! Akupun berjalan ke arah pohon di pinggir lapangan belakang ditemani kak Wibi, setelah sebelumnya aku dipasangkan harness.

“Ini aman kan kak?” tanyaku, sedikit ragu melihat tali beridiameter sekitar 2 cm yang diikatkan di pohon.

“Aman donk. Aku aja yang gendut ini udah sering nyoba. Ayo naik.”

Aku memanjat pohon itu dibantu seorang kakak yang lumayan manis. Jaya Mahendra, aku baca nama yang tertulis di bajunya, “Wah, kamu hebat ya dik. Nggak banyak lho cewek yang bisa manjat pohon ini.”

Aku hanya tersenyum, Kak Jaya lalu memasang pengait (kalau aku nggak salah namanya figure of 8 dan delta screwgate). Beberapa saat kemudian dia memberikan isyarat pada seorang cowok yang ada di ujung tali lagi satunya. Diapun mendorongku dan aku meluncur perlahan. Gila! Asyik banget! Rasanya seperti melayang di udara! Beban selama OKK seakan terbang bersama angin. Tekadku sudah bulat, aku akan ikut MAPALA!!
*****
Beberapa hari berlalu. Aku mendapat sms dari Kak Jaya kalau MAPALA akan mengadakan persami (Perkemahan Sabtu Minggu). Aku benar-benar bersemangat. Aku langsung sms teman-temanku yang juga tertarik untuk bergabung dengan MAPALA, Ernita dan Dewanti. Kamipun langsung bersiap-siap. Aku memasukkan senter, beberapa potong pakaian, snack, bubur dan mie instan, dua botol air mineral, perlengkapan mandi, dan sandal cadangan ke ranselku yang lumayan besar. Dewanti yang suka makan langsung merampok Alfamart, membeli semua snack kesukaanya. Tasnya penuh dengan makanan-makanan kurang sehat itu. Sedangkan Ernita membawa mattress untuk alas kami tidur nanti.

Hari Sabtu yang sudah ditunggupun datang. Kami berjalan menuju secretariat MAPALA LS yang jaraknya cuma 400 meter dari kos kami. Sampai di sana kami melihat kakak-kakak MAPALA dan beberapa mahasiswa baru yang sebagian besar tidak kukenal. Aku menoleh sekeliling, pandanganku berhenti saat aku melihat seseorang berjaket kulit warna hitam. Aneh sekali, panas – panas seperti ini bias pakai jaket kulit tebal!

Setelah mendapatkan pengarahan seperlunya, kamipun berangkat dengan berjalan kaki melewati hamparan sawah yang luas dan hijau serta menyusuri sungai besar yang airnya sangat jernih. Mataku tak henti-hentinya menatap cowok berjaket itu. Dia lumayan tinggi dan kuliat wajahnya sangat bersih. Dia sangat pendiam. Aura misterius menyelimuti cowok itu.

Perjalanannya lumayan melelahkan. Akhirnya setelah satu jam berjalan, kamipun sampai di areal perkemahan. Beberapa kakak MAPALA sudah terlihat di sana.

“Sekarang kalian dibagi menjadi 3 kelompok.” Kata Kak Wibi. Dia kemudian membacakan pembagian kelompok, “Kelompok 1 Rian, Andika, Sintia, Nita, dan Rini. Kelompok 2 Indra, Puri, Ita, Rangga, dan Liana. Kelompok 3 Rahayu, Ernita, Dewanti, Rahmat, Joko, dan Eka.”

Aku, Ernita, dan Dewanti berteriak senang. Asyik.. kami satu kelompok.

“Sekarang kalian bagi tugas, ada yang membuat bivak dan ada yang masak.” Kak Wibi memberikan pengarahan.

Aku langsung bergabung bersama kelompokku, ternyata aku sekelompok dengan cowok misterius itu, namanya Eka. Dia, Joko, dan Rahmat bergegas membangun bivak, sedangkan aku dan yang lainnya berjuang menghidupkan api dan memasak mie dan bubur instan yang kami bawa.

Beberapa jam kemudian, semuanya sudah siap. Makanan kami sudah jadi dan bivakpun sudah dibangun. Luasnya kira-kira 3x3 meter, dindingnya terbuat dari ranting-ranting kayu, atapnya daun pisang, dan alasnya karpet yang dibawa oleh Ernita.

Sekitar jam tujuh kami makan bersama mengelilingi sebuah api unggun besar, rasanya menyenangkan sekali. Walaupun makanan kami sederhana, rasanya sangat enak, terlebih Eka duduk di sampingku.

Aku memandanginya diam-diam. Api unggun menerangi sebagian wajahnya. Dia sangat manis.

Setelah makan, kami tidak langsung tidur. Eka mengeluarkan sebuah gitar dan mulai memainkannya. Beberapa orang, termasuk aku, bernyanyi mengiringi petikan gitarnya. Dear God! Lagu kesukaanku!

Malam semakin larut, dingin mulai merasuki tubuh kami. Kamipun langsung disuruh tidur supaya besok bisa bangun pagi. Masing-masing kelompok tidur bareng, tidak peduli lelaki atau perempuan, “Kita sekarang di alam. Alam tidak membeda-bedakan mana cewek mana cowok.” kata Kak Jaya.
Aku dan kelompokku tidur berjejer di dalam bivak. Joko, Rahmat, Eka, aku, Ernita, dan Dewanti. Aku tidur di samping Eka! Entah kenapa jantungku jadi berdegup kencang. Rasanya sangat gugup, aku jadi susah memejamkan mata.

Yang lain sudah terlena di alam mimpi, sedangkan aku masih terjaga seratus persen. Aku tidak bisa tidur!

“Dingin ya?” Eka memecah kesunyian.

Dia bicara sama aku ya?

Aku mengangguk. Bodoh! Mana bisa dia liat kalo aku mengangguk?! “Iya.” jawabku singkat. Singaraja merupakan salah satu kota paling panas di Bali, tapi ternyata ada ada tempat sedingin ini di Singaraja.

Dia mengulurkan selimutnya ke arahku.

Aku agak ragu. Walau bagaimanapun dia itu lelaki! Mana mungkin aku tidur satu selimut dengan pria asing?

“Pakai aja. Daripada kamu mati kedinginan.” dia tertawa pelan. Ya Tuhan, tawanya lembut sekali! Akupun langsung menarik selimutnya, tapi aku berusaha sekuat mungkin agar kulitku tidak bersentuhan dengannya.

Aku pikir aku akan bisa tidur, tapi ternyata tidak. Jantungku berdegup lebih kencang dan napasku terasa berat. Ayolah Rahayu! Tidur! Besok harus bangun pagi-pagi!

Keesokan harinya aku dibangunkan Eka, “Bangun Yu, udah pagi.” Katanya.

Aku seketika membuka mataku. Ya ampun, wajahnya manis banget! Akupun langsung bangun. Lalu,kami bebaris sesuai kelompok.

“Bagaimana kesan kalian tentang kemah ini?” tanya kak Wibi.

“Seruuu.” kami menjawab serempak.

“Nah sekarang kalian mandi ya, bau kambing semua.” kak Wibi tertawa. “Cowok mandi di bagian selatan dan cewek mandi di utara, di balik batu gede itu.” Katanya sambil menunjuk ke sungai.

Aku dan teman-teman perempuan yang lainpun mengambil perlengkapan mandi dan segera menuju ke balik batu. Airnya bener-bener sejuk dan jernih. Saat sedang asyik-asyiknya mandi, tiba-tiba mataku melihat Eka yang berjalan mendekat. Aku secara spontan menutup dadaku dan berteriak, “Eka, kamu ngapain ke sini?”

Dia terlihat keheranan, “Ya mandilah, ngapain lagi?”

“Tempat mandi cowok kan di selatan!”

Dia tertawa lumayan lama sambil memegang perutnya, beberapa anak lain juga tertawa, “Pasti kamu ngira aku cowok, ya!” katanya setelah berhenti tertawa.

Dia melepas jaket kulitnya, “Gini-gini, aku cewek tulen lo!” dia lalu melepas T-shirt dan celana trainingnya! Gila! Bener-bener gila! Dia beneran perempuan!

“Nggak usah bengong gitu Yu. Emang banyak orang yang ngira aku cowok. Penampilanku mirip banget ya ma cowok?” dia menceburkan dirinya ke sungai, “Sejuk ya.” Katanya.

Aku bengong, tidak bisa mengatakan apa-apa. Eka perempuan? Rasanya aku mau pingsan!
               
               


No comments:

Post a Comment