You, do you remember me like I remember
you?
Do you spend your life going back in
your mind to that time?
‘Cause I, I walk the streets alone
I hate being on my own
image courtesy of holohololand at freedigitalphotos,net |
Lagu sendu Somebody’s Me milik Enrique Iglesias
mengalun berulang-ulang kali di kamarku, membawa kembali kenangan indah yang
pernah kulewati bersamamu. Masihkah kamu ingat padaku seperti aku mengingatmu?
Apakah kamu menghabiskan hidupmu kembali memikirkan masa itu? Karena aku, aku berjalan sendirian di
jalan-jalan ini. Aku benci sendiri.
Tiga bulan, memang
bukan waktu yang bisa dikatakan lama, namun itu merupakan tiga bulan terindah
dalam hidupku. Aku rela melakukan apapun untuk bisa kembali merasakan indahnya
tiga bulan itu.
Waktu itu penghujung
musim hujan di bulan April, tapi terasa seperti musim gugur karena angin yang
bertiup kencang menggugurkan bunga dan dedaunan kering. Kamu berjalan perlahan
sambil mendengarkan musik melalui earphone.
Aku memerhatikanmu, terpesona oleh indah wajahmu.
Kamu tak
menabrakku, tak seperti di film-film, kamu berlalu begitu saja, seakan aku
hanya dedaunan kering yang terhempas angin. Aku berbalik arah, mengikutimu
perlahan dari belakang. Bagaikan stalker
handal, aku mengamati gerak-gerikmu yang wajar. Menggeleng, kadang mengangguk,
menikmati irama lagu yang kamu dengar. Aku tak tahu kenapa aku mengikutimu,
yang kutahu, aku ingin mengikutimu.
Aku menghitung
langkahmu, berharap kamu menoleh ke belakang, walau hanya sekali, tapi kamu
tetap sibuk mendengarkan lagu, kamu bahkan tak sadar telah kuikuti sampai kamu
menghilang di tikungan jalan dan aku memutuskan untuk kembali ke rumah karena
hari sudah senja.
*****
Aku
bertanya-tanya, siapakah dirimu? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apakah
kamu tetangga baru? Atau murid baru yang pindah ke sekolahku?
“Nayla...”
seseorang berteriak memanggil namaku, aku menoleh.
“Tunggu...” orang
itu berteriak lagi. Dia adalah Sintia, temanku.
“Ada apa?” tanyaku
begitu dia berjalan di sampingku.
“Ada murid baru.” sebuah senyum
mengembang di wajahnya yang bulat, “Anak-anak bilang orangnya cakep banget.”
tambahnya sambil melebarkan senyumnya.
Murid baru?
Mungkinkah itu kamu? Jantungku mendadak berdetak lebih cepat. Iya, itu pasti
kamu.
“Kok bengong?”
Sintia menepuk bahuku.
Aku tak tahu harus
menjawab apa, akupun hanya melemparkan seulas senyum kepadanya.
“Kamu udah liat
murid baru itu?” tanya Sintia penuh selidik.
Aku mengangguk
pelan.
“Kapan? Di mana?
Kok gak bilang-bilang? Dia beneran cakep gak?”
Aku berusaha menyembunyikan
senyumku yang tiba-tiba saja muncul karena membayangkan wajah manismu.
“Ayo donk,
cerita!” teman sebangkuku itu tampak sangat penasaran.
“Lumayan.” kataku sambil
mempercepat langkah. Aku tak mau dia melihat pipiku yang mulai merona. Memikirkanmu
saja bisa membuatku salah tingkah begini, apalagi kalau melihatmu, berbicara
denganmu, dan menyentuhmu.
Sepanjang
perjalanan Sintia terus menghujaniku dengan pertanyan-pertanyaan seputar murid
baru itu. Aku hanya menjawab iya, tidak, dan menggeleng atau mengangguk. Aku
tak rela berbagi informasi dengannya tentang cowok termanis yang pernah kulihat.
Ketika tiba di
kelas, segerembolan siswa tampak mengerumuni sebuah bangku. Pasti kamu sudah
datang. Jantungku berdetak cepat lagi, berlomba dengan keringat yang mulai
membasahi pelipisku.
“Itu pasti dia.”
Sintia segera menghambur ke kerumunan itu, sementara aku terpaku di tempatku
berdiri. Bertemu di tempat yang romantis, secara kebetulan menjadi teman
sekelas, tanda apa ini? Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bersama!
Aku baru saja mau
melangkahkan kakiku saat Sintia menghampiriku dengan wajah cemberut, “Kok nggak
bilang kalau murid barunya cewek?” katanya dengan kesal. Aku terlalu terkejut
untuk bisa merespon. Mulutku menganga, tapi tak ada kata yang keluar.
“Cakep sih cakep,
tapi cewek, huh..” Sintia menaruh tas di bangku dan duduk.
Aku duduk di
sampingnya, “Cewek..” aku mendesah, seolah kepada diriku sendiri. Kamu cowok!
Aku benar-benar yakin kalau kamu cowok! Memang wajahmu manis, seperti pria-pria
Korea yang terkadang mirip cewek, tapi aku yakin seratus persen kalau kamu
cowok.
“Iya, cewek.”
Ternyata murid
baru itu memang seorang perempuan, namanya Anita. Dia sangat cantik dan ramah.
Dalam sekejap saja kami sudah berteman akrab karena kebetulan kami sama-sama
penyuka drama Korea.
“Aku punya banyak
DVD drama Korea di rumah, kamu boleh minjem kalo kamu mau.”kKatanya saat kami
akan berpisah di gerbang sekolah.
“Yang bener?”
tanyaku seolah tak percaya. Kami baru saja kenal dan dia sudah menawarkan DVD
drama Korea yang sangat susah dicari di kota kecil tempatku tinggal.
“Tentu aja. Gimana
kalo kita langsung ke rumahku?”
“Boleh deh. Rumah
kamu di mana?”
“Deket kok, di pertigaan
depan belok kanan, samping Alfamart.”
“Bukannya itu ruko?”
“Iya, aku tinggal
di sana. Ayahku baru aja buka toko sepatu.”
Kamipun pergi ke
rumah Anita dengan berjalan kaki karena jaraknya yang tidak begitu jauh dari
sekolah. Bangunan ruko itu berlantai dua. Lantai bawah merupakan toko dan
lantai atas rumah. Aku menoleh sebentar ke toko sepatu Ayah Anita, sebuah
kepala menyembul dari rak tinggi yang memanjang ratusan pasang sepatu, mungkin
itu ayahnya.
“Ayo naik.” Anita
menarik tanganku.
Rumah yang
ditempati Anita tidak begitu luas, tapi terlihat sangat bersih dan rapi. Dia
mengajakku ke kamarnya dan dia menunjukkan puluhan koleksi DVD.
“Kamu liat-liat
aja dulu, aku mau ganti baju.” kata gadis berambut
panjang itu, lalu dia keluar kamar.
Aku melihat-lihat
tumpukan DVD itu. Banyak sekali! Dari drama tahun sembilan puluhan sampai yang
terbaru! Winter Sonata, Endless Love,
Stairway to Heaven, Princess Hours, Coffee Prince! Aku seakan dikelilingi
oleh aktor-aktor Korea favorite-ku.
“Anita, gantiin
kakak jaga toko!” tiba-tiba seseorang masuk ke kamar Anita.
Aku sangat
terkejut, dua keping DVD terjun bebas dari tanganku. Akupun langsung memungut
kedua DVD itu dari lantai.
“Eh, maaf. Aku
pikir Anita.” orang itu berkata
dengan ramah.
Aku menaruh DVD
itu di atas meja dan menoleh ke sumber suara. Kamu!
“Temannya Anita
ya?” kata-kata itu meluncur dengan manis dari bibirmu.
Aku kehilangan
kata-kata. Aku terhipnotis sepasang mata coklatmu.
“Nanti kalo dia
udah dateng suruh gantiin aku jaga toko ya, aku mau pergi sebentar.”
Kamu tampak
semakin manis kalau dilihat dari dekat, dan tubuhmu, hmm... tubuhmu harum
sekali.
Kamu mengernyitkan
alis dan keluar meninggalkan aku yang masih belum lepas dari jerat pesonamu.
“Temanmu aneh.” aku mendengar kamu
berbisik di balik pintu.
“Aneh kenapa?”
“Gak kenapa. Cepet
turun ya, gantiin kakak jaga
toko.”
“Memang kakak mau
ke mana?”
“Mau tau aja.”
Terdengar langkah
kaki menjauh. Beberapa detik kemudian pintu kembali terbuka dan Anita muncul
memakai pakaian rumah, “Kakakku ganggu kamu ya?”
Aku memaksa diriku
untuk segera sadar dari lamunan, “Iya.. eh, nggak.. Dia cuma nyuruh kamu
gantiin dia jaga toko.”
“Kakakku emang
ngeselin. Tadi pas ada ayah di rumah bilangnya mau jagain toko seharian, tapi
malah kabur.” walaupun cemberut, Anita tetap
terlihat cantik.
“Udah ketemu DVD
yang mau kamu pinjem?”
“Udah.” Aku
mengambil DVD teratas yang ada di meja.
“Secret Garden? Katanya kamu udah pernah
nonton.”
“Eh? Hm... hm..
aku mau nonton lagi, bagus soalnya.” kataku, berusaha menutupi rasa malu.
“Pasti salting
karena ngeliat kakakku ya?” Anita tertawa.
Aku menjadi tambah
salah tingkah, bagaimana dia bisa tahu? “Nggak kok.” Aku berusaha mengelak.
“Santai aja ama
aku. Kakakku lagi jomblo sekarang. Oh iya, namanya kak Desta, ganteng ya?”
Aku diam membisu.
“Nanti aku kenalin
deh.” dia tersenyum
menggoda.
Somebody wants you
Somebody needs you
Somebody dreams about you every single
night
Somebody can’t breathe
Without you it’s lonely
Somebody hopes that someday you will
see
That somebody’s me
Desta, Desta,
Desta....
Namamu berputar-putar memenuhi
kepalaku. Apapun yang kulakukan mengingatkanku padamu. Inikah yang dinamakan
cinta pada pandangan pertama?
Sedang
asyik-asyiknya memikirkanmu, handphone-ku
berbunyi, sebuah panggilan masuk.
“Hallo.”
“Hallo. Nayla? Ini
aku, Anita. Bisa dateng ke rumahku nggak? Aku perlu bantuan ngerjain pr yang
dikasi Bu Dewi tadi. Please bantuin
aku ya.” suaranya terdengar sangat
memelas.
Tanpa dimintapun
aku pasti mau. Ke rumah Anita berarti ke rumahmu, berarti aku bisa bertemu
denganmu lagi!
“10 menit lagi aku
nyampe sana.”
Aku bergegas
membuka lemari dan mengeluarkan setumpuk pakaian. Aku harus terlihat cantik.
Aku harus menarik perhatianmu!
Setelah puluhan
kali berganti baju, akupun menjatuhkan pilihan pada celana jeans biru tua dan
kaos V-neck putih. Semoga saja aku
tak terlihat aneh di matamu seperti yang kamu katakan waktu itu pada adikmu.
Aku berlari menuju
rumahmu, tapi setelah sadar kalau bau keringatku bisa merusak bau parfum yang
baru saja kusemprotkan ke tubuhku, akupun memutuskan untuk berjalan
pelan-pelan, tak lari gunung dikejar kata orang.
Sampai di rumahmu,
aku mengintip sebentar ke arah toko, tapi tak kutemukan wajahmu, yang kulihat
hanya seorang pria paruh baya, sepertinya ayahmu, “Selamat sore, Pak.” Sapaku.
“Selamat sore, mau
cari sepatu ya dek?”
“Nggak kok Pak,
saya temannya Anita.”
“Oh.. Naik aja
dek, Anita di atas.”
Aku tersenyum lalu
naik ke lantai atas. Anita terlihat duduk di depan TV.
“Hei.”
“Kok lama sih?”
“Maaf, tadi
macet.”
“Kamu kan jalan
kaki ke sini?”
Bodoh!
“Duduk sini.”
Dengan perasaan
canggung aku duduk di samping Anita. Aku melihat ke kiri dan kanan, berusaha
menemukanmu.
“Nyari kak Desta
ya?”
“Nggak kok.” pipiku terasa
panas.
“Nggak usah malu
Nay. Aku setuju kok kalo kamu jadian ma kakakku. Ntar kita bisa jadi saudara.”
Anita tersenyum.
“Kamu ngomong apa
sih? Ada-ada aja. Oh iya, soal nomor berapa yang kamu nggak ngerti?”
“Soal apa?”
“Pr Bahasa
Inggris.”
“Oh yang itu, udah
selesai.”
“Loh, tadi
katanya...”
“Hehe.. sebenernya
itu cuma alasanku aja biar kamu mau main ke sini. Aku mau ngenalin kamu ma kak
Desta.”
Diam-diam aku
merasa bahagia. Aku sudah dapat kampu hijau dari Anita, sekarang tinggal
menanti reaksimu. Mungkinkah kamu akan tertarik padaku?
“Kak... sini deh.”
Anita melambaikan tangannya, aku menoleh ke belakang. Kamu memakai kaos dalam
putih dan celana pendek. Sepertinya kamu baru saja selesai berolahraga. Oh God!! Do you know
how perfect you
look?
“Kenapa? Kakak mau
mandi nih.”
“Pantesan bau,
belum mandi ternyata. Mandi aja dulu sana!”
Kamu mengangguk ke
arahku lalu masuk ke sebuah kamar. Aku terlalu bahagia hingga tak sempat
membalas anggukanmu.
“Kakakku memang
manis.”
“Iya.” Aku mulai
jujur tentang perasaanku. Rasanya mustahil aku bisa mendapatkanmu tanpa bantuan
Anita.
Selama kamu berada
di kamar mandi, Anita bercerita banyak tentangmu. Kamu ternyata dua tahun lebih
tua dari kami, baru saja tamat SMA dan masih belum tahu mau melanjutkan kuliah
di mana, jadi untuk sementara waktu kamu membantu ayahmu di toko.
Tiga puluh menit
berlalu, kamupun keluar dari kamar mandi. Rambutmu yang setengah basah menambah
pesonamu.
“Ada apa?” kamu
duduk di sampingku. Di sampingku! Ya tuhan! Rasanya aku mau pingsan diterka
rasa bahagia yang terlalu besar.
“Temenku mau
kenalan nih.” Anita menoleh dengan senyum menggoda ke arahku. Kalau tadi aku
mau pingsan karena rasa bahagia, sekarang aku mau pingsan karena rasa malu.
“Desta.” kamu mengulurkan
tangan ke arahku.
Aku terdiam
beberapa detik sebelum otakku memerintahkanku untuk menyambut uluran tanganmu,
“Nayla.”
“Kayaknya aku
pernah liat kamu deh.” kamu menatapku.
“Masak sih?” aku
berusaha terlihat normal. Aku tidak mau kamu menganggapku aneh lagi.
“Oh iya, aku baru
inget. Kamu cewek yang aku lihat di jalan deket danau kan? Waktu hujan daun
itu!”
Kamu mengingatku!
Kita hanya bertemu sepintas, tapi kamu mengingat wajahku!
“Mungkin, aku
nggak inget.”
“Hm.. hm..” Anita
berdehem dua kali. Kitapun lalu mengobrol dengan akrab. Ternyata selain manis,
kamu juga ramah dan lucu. Aku jadi semakin mengagumimu, semakin menyukaimu.
*****
Seminggu
berlalu... Berkat bantuan Anita kita menjadi sangat dekat, sering sms’an dan
telepon-teleponan. Tak seharipun terlewati tanpa komunikasi diantara kita. Aku
merasa sangat senang. Aku yakin perasaanku padamu tak bertepuk sebelah tangan.
Dua minggu
berlalu, kamu bilang kamu suka padaku. Aku tak bisa menggambarkan betapa
bahagianya aku saat itu. I felt like the
happiest person in the whole world!
Saat aku memberi
tahu Anita kalau kita sudah pacaran, dia terlihat sangat senang. Dia
mengucapkan selamat berkali-kali dan aku mengucapkan terima kasih padanya,
berkali-kali juga.
Hari-hari yang
kulewati bersamamu adalah hari-hari terindah sepanjang hidupku. Kita melukis
begitu banyak kenangan dalam waktu yang singkat, sangat singkat. Tepat tiga
bulan setelah kita resmi menjadi sepasang kekasih kamu bilang kalau kamu berhasil mendapat beasiswa
untuk kuliah di Australia. Kamu tak menyuruhku menunggumu, kamu malah
menyuruhku untuk mencari penggantimu, “Makasih ya Nay. Aku seneng banget bisa
bareng kamu selama tiga bulan ini, tapi maaf, aku harus pergi. Kamu nggak usah
nunggu aku karena aku bakalan lama. Kamu cari cowok lain aja ya, jangan
ngarepin aku.” tidakkah kamu sadar betapa ucapanmu membuatku terluka? Semudah
itukah kamu menyuruhku untuk mencari orang lain?
Kamu pergi.... Aku
memandangi pesawat yang kamu tumpangi sampai pesawat itu menghilang dari
pandanganku. Aku sudah berjanji kalau aku akan menunggumu, selama apapun itu.
Aku sangat setia
menunggumu walaupun Anita dan Sintia membujukku untuk melupakanmu. Mereka tak
mengerti perasaanku. Mereka tak mengerti cinta.
Empat tahun
berlalu. Aku kini merupakan mahasiswa di salah satu universitas negeri di
kotaku. Aku tidak mau menuruti orang tuaku yang menyuruhku kuliah di luar kota.
Aku ingin memastikan kalau aku ada di sini saat kamu kembali.
Saat itu musim
hujan, angin berhembus kencang menghempaskan dedaunan, sama seperti saat
pertama kali kita bertemu. Aku mendapat kabar dari Anita kalau kamu akan pulang
hari itu, aku rela bolos dua mata kuliah demi menunggumu. Aku duduk di warung
depan rukomu. Menanti kedatanganmu dengan cemas. Seperti apakah kamu sekarang?
Apa kamu masih ingat padaku?
Setelah menunggu
selama lebih dari empat jam, sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di
depan toko sepatu ayahmu. Jantungku berdetak kencang lagi. Seseorang keluar
dari mobil itu! Kamu! Dengan kacamata hitammu, kamu terlihat lebih mempesona.
Aku beranjak dari tempat dudukku, bermaksud menghampirimu, tapi langkahku
terhenti saat melihatmu menggandeng seorang wanita yang keluar dari mobilmu. Siapa wanita itu?
Hatiku remuk
seketika. Penantianku selama empat tahun ini terbuang percuma. Aku ingin
menangis. Aku hancur.
Aku pulang ke
rumah dengan bercucuran air mata. Sampai di kamar, aku menghapus air mataku.
Bisa saja itu temanmu. Atau kerabatmu yang sama-sama
kuliah di Australia! Secercah harapan muncul di benakku, akupun langsung
menelepon Anita.
“Hallo.” sebuah suara yang
kukenal, yang sangat kurindukan, terdengar di seberang telepon.
Air mata menitik
lagi. Aku benar-benar merindukanmu, Desta.
“Hallo.” ulangmu.
Aku ingin
berteriak, mengatakan betapa aku masih mencintaimu dan berharap kita bisa
bersama lagi seperti dulu.
“Siapa ini?”
teriakmu kurang sabar.
“Desta,” ucapku
pelan, suaraku bergetar.
“Iya, saya
sendiri. Ini siapa?”
Kamu tak mengenali
suaraku? Air mataku mengucur lebih deras.
“Hallo!!”
“Siapa itu, Sayang?” terdengar suara
seorang wanita.
“Entahlah. Ngga jelas.” kamu menutup
telepon. Wanita itu! Apakah dia wanita yang tadi datang bersamamu?
Aku menangisi
kehancuranku, kebodohanku yang menantimu padahal kamu sudah jelas-jelas bilang
untuk tidak menunggumu. Hatiku semakin hancur. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi, Anita.
Aku mengusap
pipiku yang basah, “Hallo Nit.”
“Nayla, tadi kamu
yang nelpon ya?”
“Iya.”
“Nayla, kamu
sebaiknya lupain Kak Desta. Dia pulang sama pacarnya, temen sekelasnya di kampus, mereka akan
segera tunangan.”
Handphone-ku jatuh dari
genggamanku. Mataku berkunang-kunang. Semuanya terlihat gelap. Hidupku berakhir
di sini.
Kamu tunangan, aku
datang, mengucapkan selamat, kamu tersenyum, mengucapkan terima kasih, seakan kita
teman biasa, seakan tak pernah ada sesuatu diantara kita.
Walaupun kamu
sudah bertunangan, aku masih mengharapkanmu. Aku yakin kalau cintaku jauh lebih
besar dibandingkan cinta perempuan itu.
Lima bulan berlalu. Kalian
menikah, aku datang lagi, mengucapkan selamat, kamu tersenyum, berterima kasih. Tak bisakah
kamu lihat mata sembabku? Tak sadarkah dirimu betapa aku terluka karena cintaku
yang terlalu besar untukmu sedangkan kamu sudah resmi menjadi milik orang lain?
How, how could we go wrong?
It was so good and now it’s gone
And I pray at night that our paths soon
will cross
And what we had isn’t lost
‘Cause you’re always right here in my
thoughts
Somebody wants you
Somebody needs you
Somebody dreams about you every single
night
Somebody can’t breathe
Without you it’s lonely
Somebody hopes that someday you will
see
That somebody’s me
Oh yeah
You’ll always be in my life
Even if I’m not in your life
‘Cause you’re in my memory
You, when you remember me
And before you set me free
Oh listen please...
No comments:
Post a Comment