Monday, July 6, 2020

Somebody's Me


You, do you remember me like I remember you?
Do you spend your life going back in your mind to that time?
‘Cause I, I walk the streets alone
I hate being on my own

image courtesy of holohololand at freedigitalphotos,net


Lagu sendu Somebody’s Me milik Enrique Iglesias mengalun berulang-ulang kali di kamarku, membawa kembali kenangan indah yang pernah kulewati bersamamu. Masihkah kamu ingat padaku seperti aku mengingatmu? Apakah kamu menghabiskan hidupmu kembali memikirkan masa itu? Karena aku, aku berjalan sendirian di jalan-jalan ini. Aku benci sendiri.

Tiga bulan, memang bukan waktu yang bisa dikatakan lama, namun itu merupakan tiga bulan terindah dalam hidupku. Aku rela melakukan apapun untuk bisa kembali merasakan indahnya tiga bulan itu.

Waktu itu penghujung musim hujan di bulan April, tapi terasa seperti musim gugur karena angin yang bertiup kencang menggugurkan bunga dan dedaunan kering. Kamu berjalan perlahan sambil mendengarkan musik melalui earphone. Aku memerhatikanmu, terpesona oleh indah wajahmu.

Kamu tak menabrakku, tak seperti di film-film, kamu berlalu begitu saja, seakan aku hanya dedaunan kering yang terhempas angin. Aku berbalik arah, mengikutimu perlahan dari belakang. Bagaikan stalker handal, aku mengamati gerak-gerikmu yang wajar. Menggeleng, kadang mengangguk, menikmati irama lagu yang kamu dengar. Aku tak tahu kenapa aku mengikutimu, yang kutahu, aku ingin mengikutimu.

Aku menghitung langkahmu, berharap kamu menoleh ke belakang, walau hanya sekali, tapi kamu tetap sibuk mendengarkan lagu, kamu bahkan tak sadar telah kuikuti sampai kamu menghilang di tikungan jalan dan aku memutuskan untuk kembali ke rumah karena hari sudah senja.
*****
Aku bertanya-tanya, siapakah dirimu? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apakah kamu tetangga baru? Atau murid baru yang pindah ke sekolahku?

“Nayla...” seseorang berteriak memanggil namaku, aku menoleh.

“Tunggu...” orang itu berteriak lagi. Dia adalah Sintia, temanku.

“Ada apa?” tanyaku begitu dia berjalan di sampingku.
           
“Ada murid baru.” sebuah senyum mengembang di wajahnya yang bulat, “Anak-anak bilang orangnya cakep banget.” tambahnya sambil melebarkan senyumnya.

Murid baru? Mungkinkah itu kamu? Jantungku mendadak berdetak lebih cepat. Iya, itu pasti kamu.

“Kok bengong?” Sintia menepuk bahuku.
           
Aku tak tahu harus menjawab apa, akupun hanya melemparkan seulas senyum kepadanya.
           
“Kamu udah liat murid baru itu?” tanya Sintia penuh selidik.
           
Aku mengangguk pelan.
           
“Kapan? Di mana? Kok gak bilang-bilang? Dia beneran cakep gak?”
           
Aku berusaha menyembunyikan senyumku yang tiba-tiba saja muncul karena membayangkan wajah manismu.
           
“Ayo donk, cerita!” teman sebangkuku itu tampak sangat penasaran.
           
“Lumayan.” kataku sambil mempercepat langkah. Aku tak mau dia melihat pipiku yang mulai merona. Memikirkanmu saja bisa membuatku salah tingkah begini, apalagi kalau melihatmu, berbicara denganmu, dan menyentuhmu.
           
Sepanjang perjalanan Sintia terus menghujaniku dengan pertanyan-pertanyaan seputar murid baru itu. Aku hanya menjawab iya, tidak, dan menggeleng atau mengangguk. Aku tak rela berbagi informasi dengannya tentang cowok termanis yang pernah kulihat.
           
Ketika tiba di kelas, segerembolan siswa tampak mengerumuni sebuah bangku. Pasti kamu sudah datang. Jantungku berdetak cepat lagi, berlomba dengan keringat yang mulai membasahi pelipisku.
           
“Itu pasti dia.” Sintia segera menghambur ke kerumunan itu, sementara aku terpaku di tempatku berdiri. Bertemu di tempat yang romantis, secara kebetulan menjadi teman sekelas, tanda apa ini? Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bersama!
           
Aku baru saja mau melangkahkan kakiku saat Sintia menghampiriku dengan wajah cemberut, “Kok nggak bilang kalau murid barunya cewek?” katanya dengan kesal. Aku terlalu terkejut untuk bisa merespon. Mulutku menganga, tapi tak ada kata yang keluar.

“Cakep sih cakep, tapi cewek, huh..” Sintia menaruh tas di bangku dan duduk.

Aku duduk di sampingnya, “Cewek..” aku mendesah, seolah kepada diriku sendiri. Kamu cowok! Aku benar-benar yakin kalau kamu cowok! Memang wajahmu manis, seperti pria-pria Korea yang terkadang mirip cewek, tapi aku yakin seratus persen kalau kamu cowok.

“Iya, cewek.”

Ternyata murid baru itu memang seorang perempuan, namanya Anita. Dia sangat cantik dan ramah. Dalam sekejap saja kami sudah berteman akrab karena kebetulan kami sama-sama penyuka drama Korea.
           
“Aku punya banyak DVD drama Korea di rumah, kamu boleh minjem kalo kamu mau.”kKatanya saat kami akan berpisah di gerbang sekolah.
           
“Yang bener?” tanyaku seolah tak percaya. Kami baru saja kenal dan dia sudah menawarkan DVD drama Korea yang sangat susah dicari di kota kecil tempatku tinggal.
           
“Tentu aja. Gimana kalo kita langsung ke rumahku?”
           
“Boleh deh. Rumah kamu di mana?”
           
“Deket kok, di pertigaan depan belok kanan, samping Alfamart.
           
“Bukannya itu ruko?”
           
“Iya, aku tinggal di sana. Ayahku baru aja buka toko sepatu.”
           
Kamipun pergi ke rumah Anita dengan berjalan kaki karena jaraknya yang tidak begitu jauh dari sekolah. Bangunan ruko itu berlantai dua. Lantai bawah merupakan toko dan lantai atas rumah. Aku menoleh sebentar ke toko sepatu Ayah Anita, sebuah kepala menyembul dari rak tinggi yang memanjang ratusan pasang sepatu, mungkin itu ayahnya.
           
“Ayo naik.” Anita menarik tanganku.
           
Rumah yang ditempati Anita tidak begitu luas, tapi terlihat sangat bersih dan rapi. Dia mengajakku ke kamarnya dan dia menunjukkan puluhan koleksi DVD.
           
“Kamu liat-liat aja dulu, aku mau ganti baju.” kata gadis berambut panjang itu, lalu dia keluar kamar.
           
Aku melihat-lihat tumpukan DVD itu. Banyak sekali! Dari drama tahun sembilan puluhan sampai yang terbaru! Winter Sonata, Endless Love, Stairway to Heaven, Princess Hours, Coffee Prince! Aku seakan dikelilingi oleh aktor-aktor Korea favorite-ku.
           
“Anita, gantiin kakak jaga toko!” tiba-tiba seseorang masuk ke kamar Anita.
           
Aku sangat terkejut, dua keping DVD terjun bebas dari tanganku. Akupun langsung memungut kedua DVD itu dari lantai.
           
“Eh, maaf. Aku pikir Anita.” orang itu berkata dengan ramah.
           
Aku menaruh DVD itu di atas meja dan menoleh ke sumber suara. Kamu!
           
“Temannya Anita ya?” kata-kata itu meluncur dengan manis dari bibirmu.
           
Aku kehilangan kata-kata. Aku terhipnotis sepasang mata coklatmu.
           
“Nanti kalo dia udah dateng suruh gantiin aku jaga toko ya, aku mau pergi sebentar.”
           
Kamu tampak semakin manis kalau dilihat dari dekat, dan tubuhmu, hmm... tubuhmu harum sekali.
           
Kamu mengernyitkan alis dan keluar meninggalkan aku yang masih belum lepas dari jerat pesonamu.
           
“Temanmu aneh.” aku mendengar kamu berbisik di balik pintu.
           
“Aneh kenapa?”
           
“Gak kenapa. Cepet turun ya, gantiin kakak jaga toko.”
           
“Memang kakak mau ke mana?”
           
“Mau tau aja.”
           
Terdengar langkah kaki menjauh. Beberapa detik kemudian pintu kembali terbuka dan Anita muncul memakai pakaian rumah, “Kakakku ganggu kamu ya?”
           
Aku memaksa diriku untuk segera sadar dari lamunan, “Iya.. eh, nggak.. Dia cuma nyuruh kamu gantiin dia jaga toko.”
           
“Kakakku emang ngeselin. Tadi pas ada ayah di rumah bilangnya mau jagain toko seharian, tapi malah kabur.” walaupun cemberut, Anita tetap terlihat cantik.
           
“Udah ketemu DVD yang mau kamu pinjem?”
           
“Udah.” Aku mengambil DVD teratas yang ada di meja.
           
Secret Garden? Katanya kamu udah pernah nonton.”
           
“Eh? Hm... hm.. aku mau nonton lagi, bagus soalnya.” kataku, berusaha menutupi rasa malu.
           
“Pasti salting karena ngeliat kakakku ya?” Anita tertawa.
           
Aku menjadi tambah salah tingkah, bagaimana dia bisa tahu? “Nggak kok.” Aku berusaha mengelak.
           
“Santai aja ama aku. Kakakku lagi jomblo sekarang. Oh iya, namanya kak Desta, ganteng ya?”
           
Aku diam membisu.
           
“Nanti aku kenalin deh.” dia tersenyum menggoda.

Somebody wants you
Somebody needs you
Somebody dreams about you every single night
Somebody can’t breathe
Without you it’s lonely
Somebody hopes that someday you will see
That somebody’s me

           
Desta, Desta, Desta....
           
Namamu berputar-putar memenuhi kepalaku. Apapun yang kulakukan mengingatkanku padamu. Inikah yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?
           
Sedang asyik-asyiknya memikirkanmu, handphone-ku berbunyi, sebuah panggilan masuk.
           
“Hallo.”
           
“Hallo. Nayla? Ini aku, Anita. Bisa dateng ke rumahku nggak? Aku perlu bantuan ngerjain pr yang dikasi Bu Dewi tadi. Please bantuin aku ya.” suaranya terdengar sangat memelas.
           
Tanpa dimintapun aku pasti mau. Ke rumah Anita berarti ke rumahmu, berarti aku bisa bertemu denganmu lagi!
           
“10 menit lagi aku nyampe sana.”
           
Aku bergegas membuka lemari dan mengeluarkan setumpuk pakaian. Aku harus terlihat cantik. Aku harus menarik perhatianmu!
           
Setelah puluhan kali berganti baju, akupun menjatuhkan pilihan pada celana jeans biru tua dan kaos V-neck putih. Semoga saja aku tak terlihat aneh di matamu seperti yang kamu katakan waktu itu pada adikmu.
           
Aku berlari menuju rumahmu, tapi setelah sadar kalau bau keringatku bisa merusak bau parfum yang baru saja kusemprotkan ke tubuhku, akupun memutuskan untuk berjalan pelan-pelan, tak lari gunung dikejar kata orang.
           
Sampai di rumahmu, aku mengintip sebentar ke arah toko, tapi tak kutemukan wajahmu, yang kulihat hanya seorang pria paruh baya, sepertinya ayahmu, “Selamat sore, Pak.” Sapaku.
           
“Selamat sore, mau cari sepatu ya dek?”
           
“Nggak kok Pak, saya temannya Anita.”
           
“Oh.. Naik aja dek, Anita di atas.”
           
Aku tersenyum lalu naik ke lantai atas. Anita terlihat duduk di depan TV.
           
“Hei.”
           
“Kok lama sih?”
           
“Maaf, tadi macet.”
           
“Kamu kan jalan kaki ke sini?”
           
Bodoh!
           
“Duduk sini.”
           
Dengan perasaan canggung aku duduk di samping Anita. Aku melihat ke kiri dan kanan, berusaha menemukanmu.
           
“Nyari kak Desta ya?”
           
“Nggak kok.” pipiku terasa panas.
           
“Nggak usah malu Nay. Aku setuju kok kalo kamu jadian ma kakakku. Ntar kita bisa jadi saudara.” Anita tersenyum.
           
“Kamu ngomong apa sih? Ada-ada aja. Oh iya, soal nomor berapa yang kamu nggak ngerti?”
           
“Soal apa?”
           
“Pr Bahasa Inggris.”
           
“Oh yang itu, udah selesai.”
           
“Loh, tadi katanya...”
           
“Hehe.. sebenernya itu cuma alasanku aja biar kamu mau main ke sini. Aku mau ngenalin kamu ma kak Desta.”
           
Diam-diam aku merasa bahagia. Aku sudah dapat kampu hijau dari Anita, sekarang tinggal menanti reaksimu. Mungkinkah kamu akan tertarik padaku?
           
“Kak... sini deh.” Anita melambaikan tangannya, aku menoleh ke belakang. Kamu memakai kaos dalam putih dan celana pendek. Sepertinya kamu baru saja selesai berolahraga. Oh God!! Do you know how perfect you look?
           
“Kenapa? Kakak mau mandi nih.”
           
“Pantesan bau, belum mandi ternyata. Mandi aja dulu sana!”
           
Kamu mengangguk ke arahku lalu masuk ke sebuah kamar. Aku terlalu bahagia hingga tak sempat membalas anggukanmu.
           
“Kakakku memang manis.”
           
“Iya.” Aku mulai jujur tentang perasaanku. Rasanya mustahil aku bisa mendapatkanmu tanpa bantuan Anita.
           
Selama kamu berada di kamar mandi, Anita bercerita banyak tentangmu. Kamu ternyata dua tahun lebih tua dari kami, baru saja tamat SMA dan masih belum tahu mau melanjutkan kuliah di mana, jadi untuk sementara waktu kamu membantu ayahmu di toko.
           
Tiga puluh menit berlalu, kamupun keluar dari kamar mandi. Rambutmu yang setengah basah menambah pesonamu.
           
“Ada apa?” kamu duduk di sampingku. Di sampingku! Ya tuhan! Rasanya aku mau pingsan diterka rasa bahagia yang terlalu besar.
           
“Temenku mau kenalan nih.” Anita menoleh dengan senyum menggoda ke arahku. Kalau tadi aku mau pingsan karena rasa bahagia, sekarang aku mau pingsan karena rasa malu.
           
“Desta.” kamu mengulurkan tangan ke arahku.
           
Aku terdiam beberapa detik sebelum otakku memerintahkanku untuk menyambut uluran tanganmu, “Nayla.”
           
“Kayaknya aku pernah liat kamu deh.” kamu menatapku.
           
“Masak sih?” aku berusaha terlihat normal. Aku tidak mau kamu menganggapku aneh lagi.
           
“Oh iya, aku baru inget. Kamu cewek yang aku lihat di jalan deket danau kan? Waktu hujan daun itu!”
           
Kamu mengingatku! Kita hanya bertemu sepintas, tapi kamu mengingat wajahku!
           
“Mungkin, aku nggak inget.”
           
“Hm.. hm..” Anita berdehem dua kali. Kitapun lalu mengobrol dengan akrab. Ternyata selain manis, kamu juga ramah dan lucu. Aku jadi semakin mengagumimu, semakin menyukaimu.
*****
           
Seminggu berlalu... Berkat bantuan Anita kita menjadi sangat dekat, sering sms’an dan telepon-teleponan. Tak seharipun terlewati tanpa komunikasi diantara kita. Aku merasa sangat senang. Aku yakin perasaanku padamu tak bertepuk sebelah tangan.
           
Dua minggu berlalu, kamu bilang kamu suka padaku. Aku tak bisa menggambarkan betapa bahagianya aku saat itu. I felt like the happiest person in the whole world!
           
Saat aku memberi tahu Anita kalau kita sudah pacaran, dia terlihat sangat senang. Dia mengucapkan selamat berkali-kali dan aku mengucapkan terima kasih padanya, berkali-kali juga.
           
Hari-hari yang kulewati bersamamu adalah hari-hari terindah sepanjang hidupku. Kita melukis begitu banyak kenangan dalam waktu yang singkat, sangat singkat. Tepat tiga bulan setelah kita resmi menjadi sepasang kekasih kamu bilang kalau kamu berhasil mendapat beasiswa untuk kuliah di Australia. Kamu tak menyuruhku menunggumu, kamu malah menyuruhku untuk mencari penggantimu, “Makasih ya Nay. Aku seneng banget bisa bareng kamu selama tiga bulan ini, tapi maaf, aku harus pergi. Kamu nggak usah nunggu aku karena aku bakalan lama. Kamu cari cowok lain aja ya, jangan ngarepin aku.” tidakkah kamu sadar betapa ucapanmu membuatku terluka? Semudah itukah kamu menyuruhku untuk mencari orang lain?
           
Kamu pergi.... Aku memandangi pesawat yang kamu tumpangi sampai pesawat itu menghilang dari pandanganku. Aku sudah berjanji kalau aku akan menunggumu, selama apapun itu.
           
Aku sangat setia menunggumu walaupun Anita dan Sintia membujukku untuk melupakanmu. Mereka tak mengerti perasaanku. Mereka tak mengerti cinta.
           
Empat tahun berlalu. Aku kini merupakan mahasiswa di salah satu universitas negeri di kotaku. Aku tidak mau menuruti orang tuaku yang menyuruhku kuliah di luar kota. Aku ingin memastikan kalau aku ada di sini saat kamu kembali.
           
Saat itu musim hujan, angin berhembus kencang menghempaskan dedaunan, sama seperti saat pertama kali kita bertemu. Aku mendapat kabar dari Anita kalau kamu akan pulang hari itu, aku rela bolos dua mata kuliah demi menunggumu. Aku duduk di warung depan rukomu. Menanti kedatanganmu dengan cemas. Seperti apakah kamu sekarang? Apa kamu masih ingat padaku?
           
Setelah menunggu selama lebih dari empat jam, sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depan toko sepatu ayahmu. Jantungku berdetak kencang lagi. Seseorang keluar dari mobil itu! Kamu! Dengan kacamata hitammu, kamu terlihat lebih mempesona. Aku beranjak dari tempat dudukku, bermaksud menghampirimu, tapi langkahku terhenti saat melihatmu menggandeng seorang wanita  yang keluar dari mobilmu. Siapa wanita itu?
           
Hatiku remuk seketika. Penantianku selama empat tahun ini terbuang percuma. Aku ingin menangis. Aku hancur.
           
Aku pulang ke rumah dengan bercucuran air mata. Sampai di kamar, aku menghapus air mataku. Bisa saja itu temanmu. Atau kerabatmu yang sama-sama kuliah di Australia! Secercah harapan muncul di benakku, akupun langsung menelepon Anita.
           
“Hallo.” sebuah suara yang kukenal, yang sangat kurindukan, terdengar di seberang telepon.
           
Air mata menitik lagi. Aku benar-benar merindukanmu, Desta.
           
“Hallo.” ulangmu.
           
Aku ingin berteriak, mengatakan betapa aku masih mencintaimu dan berharap kita bisa bersama lagi seperti dulu.
           
“Siapa ini?” teriakmu kurang sabar.
           
“Desta,” ucapku pelan, suaraku bergetar.
           
“Iya, saya sendiri. Ini siapa?”
           
Kamu tak mengenali suaraku? Air mataku mengucur lebih deras.
           
“Hallo!!”
           
Siapa itu, Sayang?” terdengar suara seorang wanita.
           
Entahlah. Ngga jelas.” kamu menutup telepon. Wanita itu! Apakah dia wanita yang tadi datang bersamamu?
           
Aku menangisi kehancuranku, kebodohanku yang menantimu padahal kamu sudah jelas-jelas bilang untuk tidak menunggumu. Hatiku semakin hancur. Tiba-tiba handphone-ku berbunyi, Anita.
           
Aku mengusap pipiku yang basah, “Hallo Nit.”
           
“Nayla, tadi kamu yang nelpon ya?”
           
“Iya.”
           
“Nayla, kamu sebaiknya lupain Kak Desta. Dia pulang sama pacarnya, temen sekelasnya di kampus, mereka akan segera tunangan.”
           
Handphone-ku jatuh dari genggamanku. Mataku berkunang-kunang. Semuanya terlihat gelap. Hidupku berakhir di sini.

           
Kamu tunangan, aku datang, mengucapkan selamat, kamu tersenyum, mengucapkan terima kasih, seakan kita teman biasa, seakan tak pernah ada sesuatu diantara kita.
           
Walaupun kamu sudah bertunangan, aku masih mengharapkanmu. Aku yakin kalau cintaku jauh lebih besar dibandingkan cinta perempuan itu.
           
Lima bulan berlalu. Kalian menikah, aku datang lagi, mengucapkan selamat, kamu tersenyum, berterima kasih. Tak bisakah kamu lihat mata sembabku? Tak sadarkah dirimu betapa aku terluka karena cintaku yang terlalu besar untukmu sedangkan kamu sudah resmi menjadi milik orang lain?
How, how could we go wrong?
It was so good and now it’s gone
And I pray at night that our paths soon will cross
And what we had isn’t lost
‘Cause you’re always right here in my thoughts
Somebody wants you
Somebody needs you
Somebody dreams about you every single night
Somebody can’t breathe
Without you it’s lonely
Somebody hopes that someday you will see
That somebody’s me
Oh yeah
You’ll always be in my life
Even if I’m not in your life
‘Cause you’re in my memory
You, when you remember me
And before you set me free
Oh listen please...





No comments:

Post a Comment