Tuesday, October 6, 2020

DIARY

 

Akhirnya hari ini tiba juga,  telah lama kunanti hari yang akan menjadi selembar cerita dalam buku sejarah hidupku, “Nanti aku jemput jam 7, dandan yang cantik ya.” kata-kata itu terngiang lagi di telingaku, entah untuk yang keberapa ratus kalinya.

           


“Dika, aku nggak sabar pengen jalan bareng ma kamu.” kataku sambil menyemprotkan parfum ke sekujur tubuhku, aku ingin tampil sempurna di date pertamaku ini.

           

Berulang kali aku bolak-balik dari kamar ke ruang tamu, pandangan matakupun terbagi dua, cermin dan jam. Kenapa rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat ya? Apa jam dinding tua buatan Belanda ini sudah rusak?

           

Ting tong…..

           

Terdengar suara bel, aku segera bangun dari kursi, “Dika…” ucapku perlahan sambil berlari menuju pintu yang dengan segera kubuka dengan seulas senyum di bibirku, tapi begitu pintu terbuka, senyum manisku berubah menjadi gurat-gurat kekecewaan, “Mama?!”

           

Mama masuk ke dalam, “Kenapa kaget gitu lihat Mama?”

           

Aku berjalan perlahan mengikuti mamaku.

           

“Nadine,” kata Mama lagi, kali ini sedikit lebih keras, “Kamu tidak suka ya melihat Mama sudah pulang?”

           

Aku diam tak menjawab, dateku bisa berantakan kalau ada mama. Selama ini mama tidak pernah mengizinkanku pacaran. Mama selalu bilang kalau aku masih kecil, padahal umurku sudah 17 tahun!

           

“Nadine…”

           

“Ng… iya Ma.”

           

“Kamu tidak suka lihat Mama sudah pulang?”

           

“Nggak kok Ma, Nadine cuma heran aja, kok tumben jam segini Mama udah pulang?!”

           

“Iya, kebetulan kerjaan di kantor tidak begitu banyak, jadi bisa pulang lebih awal. Oh ya, Mama perhatiin, malam ini kamu kelihatah sangat cantik, mau ke mana?”

           

Deg!!! Jantungku seakan mau copot mendengar pertanyaan mama. Jangan-jangan Mama tahu kalau aku mau ngedate, makanya mama pulang cepat hari ini. Aduh, gawat!

           

“Ternyata anak Mama sudah besar ya, bahkan semakin cantik.”

           

“ …..” aku tidak tahu harus menjawab apa..

           

Tiba-tiba bel di depan rumahku berbunyi lagi, “Ma, Nadine buka pintu dulu ya.” kataku, lalu berjalan menuju pintu, tapi mama menarik tanganku.

           

“Biar Mama aja yang buka.”

           

Gawat, ini benar-benar gawat! Itu pasti Dika. Entah apa yang akan mama lakukan kalau tahu aku sudah punya pacar.

           

Tanpa kusadari mama sudah berada di depanku bersama seorang cowok manis yang kehadirannya sudah kutunggu dari tadi, “Pacar kamu sudah datang nih.” Kata Mama.

           

Aku menunduk, tak berani memperlihatkan wajahku yang merah kepada Dika.

           

“Maafkan mama, Sayang.”

           

Aku menatap mamaku, “Maaf? Mama kan nggak salah?”

           

Mama memperlihatkan sebuah buku bersampul merah muda kepadaku, “Diaryku!!” teriakku, mungkin orang yang ada pada radius 1000m dari rumah, bisa mendengar teriakanku itu.

           

Diaryku, hidupku, rahasia terbesarku. Aku menulis semua yang kualami dan kurasakan di sana; tentang mama yang tak pernah perhatian padaku, yang tak pernah punya sedetikpun waktu untukku, yang tak pernah mengizinkanku pacaran, dan juga tentang rencana ngedate ku malam ini.

           

“Terus terang mama sangat sedih saat membaca semua ini, bahkan mama sampai menangis. Mama adalah seorang single parent, seharusnya mama bisa menjadi ibu sekaligus ayah yang baik untukmu, tapi mama malah sibuk mengurus kerjaan, mama lupa akan tanggung jawab mama sebagai orang tua kamu. Maafkan mama, Sayang.”

           

Aku memeluk mama, beberapa tetes air mata mengalir di pipiku, lalu mama membelai rambutku dengan penuh kasih sayang, “Mama janji, mulai sekarang mama akan selalu perhatian sama Nadine, akan meluangkan waktu untuk Nadine, akan mengizinkan Nadine pacaran, dan…” mama melirik Dika yang berdiri di sampingnya, “Dan mama akan mengijinkanmu pergi malam ini bersama Dika.”

           

Aku bagai mimpi mendengar ucapan mama, “Makasih ya, Ma.”

           

“Sama-sama, Sayang.”

           

Seketika aku teringat pada Dika, setelah mengusap air mataku, aku berkata padanya, “Sorry ya Dik, tadi aku lupa kalau ada kamu. Oh ya, kamu mau minum apa?”

           

“Nggak usah Nad, udah jam 7 lebih nich, kita berangkat sekarang yuk!”

           

“Ma, Nadine berangkat sekarang ya.”

           

“Tunggu Nad,” mama mendekatiku lalu mencium keningku, hal yang sudah 10 tahun tidak pernah mama lakukan. Sejak kecelakaan tragis yang merenggut nyawa papaku, mama berubah, aku bukan hanya kehilangan papa, tapi aku juga kehilangan kasih sayang mama. Namun kini aku sudah mendapatkannya lagi, “Hati-hati ya, Sayang. Dika, jaga Nadine baik-baik ya.”

           

“Iya Tante, kami berangkat dulu, permisi…”

           

“Iya.” Jawab mama sambil tersenyum, senyum yang sudah sangat kurindukan.

           

Thank you, God, today I feel really happy, and this is all because of my diary....

 

 

No comments:

Post a Comment