Valentine.. Hari pink. Hari penuh kasih sayang. Hari penuh cinta. Benarkah?
Beberapa
cewek berteriak dan menjerit histeris saat diberikan mawar oleh cowok yang
disukainya. Beberapa yang lain, yang tidak se-alay cewek – cewek itu, menutup
mulut mereka yang ternganga, speechless,
mata mereka basah. Beberapa yang lain tersenyum sinis, mengambil mawar itu lalu
membuangnya ke lantai, “Ngaca donk!” Semua,−tidak−, hampir semua cewek mendapat
setangkai mawar merah, tidak sedikit yang mendapatkan dua atau tiga tangkai,
dan Dewi, bidadari di sekolahku mendapat sebuah buket bunga mawar merah yang
super duper gede dari pangerannya ditambah boneka teddy bear pink dengan
tulisan “I love you”, kartu ucapan
yang bisa nyanyi, dan sekotak cokelat dengan bentuk jantung, juga puluhan
tangkai bunga mawar berbagai warna dari fans – fans fanatiknya. Cowok – cowok
juga tidak kalah heboh. Mereka memamerkan homemade
chocolate buatan kekasih ataupun selingkuhan mereka. Aku menengok ke sudut
– sudut sekolah, tempat yang lumayan aman buat pacaran, beberapa pasang siswa –
siswi terlihat mojok sambil pegangan tangan, bahkan ada beberapa yang ciuman.
Aku mengalihkan pandangan ke arah lain, bukan karena muak tapi karena iri.
Tanganku masih kosong.
Jalan
menuju kantin lumayan sesak dipenuhi siswa – siswa yang ingin membeli bunga.
Ya, kantin sekolahpun berubah menjadi pasar bunga pada hari speSIAL ini. Aku
melangkahkan kakiku perlahan di tengah kerumunan yang berguman nggak jelas
bagaikan segerombolan lebah madu, berdengung.
“Dapat
berapa mawar, Ren?” seorang gadis tersenyum sinis ke arahku. Erika! Musuh
bebuyutanku sejak SMP, dia melirik kedua tanganku yang tidak memegang apapun
dan saku bajuku yang juga kosong, “Sama kayak taun lalu ya? Hahaha” dia tertawa
dan berjalan menjauhiku bersama dayang – dayangnya si kembar Lala dan Lili.
Huh, seadainya aku punya sekotak cokelat di tanganku, akan aku lempar ke kepala
tu nenek sihir.
Bel
tanda masuk berdentang 3 kali, tapi beberapa murid masih berbaris kurang rapi
di depan kantin, beberapa yang lain masih sibuk mojok dan menjerit – jerit saat
mendapat bunga atau cokelat, hanya ada satu makhluk yang sudah duduk di kelas
saat itu, dan makhluk itu tidak mendapatkan setangkai mawar atau sekotak
cokelatpun.
Lima
menit berlalu, tapi kelas masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah masuk
ke dalam kelas. Lima menit kemudian Bu Anggi, si guru killer yang biasanya tidak pernah telat semenitpun masuk ke dalam
ruangan dengan seulas senyum di wajahnya. Buset dah, ini pertama kalinya si
perawan tua itu tersenyum.
Bu
Anggie melenggok bak peragawati di atas catwalk,
lalu duduk dengan anggun. Sesuatu berwarna merah di tangannya membuatku
terkesiap. Oh My God! Bahkan si
perawan tua galak itupun dapat bunga! Betapa aku igin menciut menjadi kecil
sehingga aku bisa kabur dari kelas dan nangis di kamar mandi, atau lebih baik
lagi kalau aku punya pintu kemana sajanya si kucing yang takut tikus. Aku ingin
menghilang dari kelas ini. Aku nggak sanggup menghadapi tekanan batin ini. Somebody, anybody, take me out of this hell!
Aku
menempelkan wajahku di bangku, memikirkan kenapa aku bisa semalang ini. Dulu
aku adalah seorang gadis yang lumayan populer, dulu saat aku masih berteman
dengan Erika, Lala, dan Lili. Kami adalah sahabat yang bisa dikatakan nggak
terpisahkan, kemana – mana selalu bareng. Tapi kemudian aku membuat kesalahan
yang sangat fatal, aku merebut pacar Erika secara tidak sengaja. Ya, saat itu
aku belum tahu kalau Dino adalah pacar sahabatku sendiri, karena Erika tidak
pernah menceritakan itu padaku, jadi saat Dino mendekatiku, tentu saja aku
menerimanya dengan senang hati, siapa juga yang bisa nolak cowok tampan
blasteran Jepang Indonesia itu?
Dan
sejak saat itu Erika, Lala, dan Lili memusuhiku. Aku sudah berusaha menjelaskan
kepada mereka kalau aku sama sekali nggak tau Dino dan Erika pacaran, tapi
mereka nggak peduli. Aku dikucilkan, ditendang dari lingkaran persahabatan
kami, dan lebih parahnya, ditendang dari lingkaran persahabatan siapapun.
Mereka membuat gosip yang buruk tentang aku, aku cewek bispaklah, aku pernah
ngegugurinlah, aku pemakelah, aku ini, aku itu, dan bahkan mereka mendukung
gosip – gosip murahan itu dengan foto rekayasa yang disebarin di facebook, twitter, dan segala macam sosial media yang ada. Aku merasa kayak
seorang artis yang dijelek-jelekin sama haters
nya.
Awalnya
aku sempat stress berat, aku sempat pengen pindah sekolah, dan bahkan pengen
bunuh diri, tapi kemudian aku sadar itu adalah jalan yang salah, jadi di
sinilah aku, masih duduk di kelas dengan wajah yang menyatu dengan bangku dan
mata yang mulai basah.
Pelajaran
hari itu terasa sangat lama, untunglah bel pulang berbunyi tepat sebelum tetes
kesabaran terakhirku menguap. Aku berjalan cepat di koridor sekolah tanpa
mempedulikan lagi mawar – mawar, cokelat – cokelat, boneka – boneka, ataupun
kartu ucapan – kartu ucapan yang ada di tangan – tangan siswa – siswi yang aku
lewati atau yang perpapasan denganku. Aku mempercepat langkahku menuju gerbang
yang sudah terbuka dengan lebar.
Hap!! Dan
akupun sudah berada di luar sekolah, sudah aman. Aku menarik nafas lega.
Mataku
terbelalak kaget saat tiba – tiba setangkai mawar merah yang sangat segar dan
cantik muncul di hadapanku. Mawar itu bersinar, sangat indah. Seorang pangeran
dengan baju kerajaan berlutut di depanku dan mengacungkan mawar itu padaku.
Oke! Pertama, dia bukan pangeran dengan baju kerajaan, dia hanya cowok biasa
dengan wajah agak di bawah standar, rambut urakan, dan baju yang gak disetrika,
dan kedua, dia nggak berlutut, cuma berdiri sambil tersenyum dengan tangan
kanannya yang menyodorkan mawar, yang well,
sebenarnya sudah agak layu. Tapi itu nggak penting, what matters is that AKU DAPAT MAWAR! Ingin rasanya aku teriak ke
semua orang kalau aku dapat mawar. Ingin rasanya aku memamerkan mawar agak layu
itu ke Erika dan dayang – dayangnya agar mereka tahu kalau aku juga bisa dapat
mawar. Mawar itu adalah mawar pertamaku sejak valentine waktu aku SMP kelas
satu. Aku terharu hiks hiks hiks.
Aku
mengambil mawar itu dengan tangan yang agak gemetaran, menempelkannya di
hidungku, bau asap kendaraan dan bau parfum berbaur menciptakan bau yang
membuatku ingin muntah, tapi aku tersenyum dan berkata, “Mawarnya bagus
banget.”
Cowok
itu juga tersenyum, “Iya mbak, itu mawar terakhir saya hari ini. Buat mbak yang
cantik ini, lima belas ribu saja deh.”
No comments:
Post a Comment