Sunday, August 30, 2020

MAWAR

 

            Valentine.. Hari pink. Hari penuh kasih sayang. Hari penuh cinta. Benarkah?




            Beberapa cewek berteriak dan menjerit histeris saat diberikan mawar oleh cowok yang disukainya. Beberapa yang lain, yang tidak se-alay cewek – cewek itu, menutup mulut mereka yang ternganga, speechless, mata mereka basah. Beberapa yang lain tersenyum sinis, mengambil mawar itu lalu membuangnya ke lantai, “Ngaca donk!” Semua,−tidak−, hampir semua cewek mendapat setangkai mawar merah, tidak sedikit yang mendapatkan dua atau tiga tangkai, dan Dewi, bidadari di sekolahku mendapat sebuah buket bunga mawar merah yang super duper gede dari pangerannya ditambah boneka teddy bear pink dengan tulisan “I love you”, kartu ucapan yang bisa nyanyi, dan sekotak cokelat dengan bentuk jantung, juga puluhan tangkai bunga mawar berbagai warna dari fans – fans fanatiknya. Cowok – cowok juga tidak kalah heboh. Mereka memamerkan homemade chocolate buatan kekasih ataupun selingkuhan mereka. Aku menengok ke sudut – sudut sekolah, tempat yang lumayan aman buat pacaran, beberapa pasang siswa – siswi terlihat mojok sambil pegangan tangan, bahkan ada beberapa yang ciuman. Aku mengalihkan pandangan ke arah lain, bukan karena muak tapi karena iri. Tanganku masih kosong.

            Jalan menuju kantin lumayan sesak dipenuhi siswa – siswa yang ingin membeli bunga. Ya, kantin sekolahpun berubah menjadi pasar bunga pada hari speSIAL ini. Aku melangkahkan kakiku perlahan di tengah kerumunan yang berguman nggak jelas bagaikan segerombolan lebah madu, berdengung.

            “Dapat berapa mawar, Ren?” seorang gadis tersenyum sinis ke arahku. Erika! Musuh bebuyutanku sejak SMP, dia melirik kedua tanganku yang tidak memegang apapun dan saku bajuku yang juga kosong, “Sama kayak taun lalu ya? Hahaha” dia tertawa dan berjalan menjauhiku bersama dayang – dayangnya si kembar Lala dan Lili. Huh, seadainya aku punya sekotak cokelat di tanganku, akan aku lempar ke kepala tu nenek sihir.

            Bel tanda masuk berdentang 3 kali, tapi beberapa murid masih berbaris kurang rapi di depan kantin, beberapa yang lain masih sibuk mojok dan menjerit – jerit saat mendapat bunga atau cokelat, hanya ada satu makhluk yang sudah duduk di kelas saat itu, dan makhluk itu tidak mendapatkan setangkai mawar atau sekotak cokelatpun.

            Lima menit berlalu, tapi kelas masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah masuk ke dalam kelas. Lima menit kemudian Bu Anggi, si guru killer yang biasanya tidak pernah telat semenitpun masuk ke dalam ruangan dengan seulas senyum di wajahnya. Buset dah, ini pertama kalinya si perawan tua itu tersenyum.

            Bu Anggie melenggok bak peragawati di atas catwalk, lalu duduk dengan anggun. Sesuatu berwarna merah di tangannya membuatku terkesiap. Oh My God! Bahkan si perawan tua galak itupun dapat bunga! Betapa aku igin menciut menjadi kecil sehingga aku bisa kabur dari kelas dan nangis di kamar mandi, atau lebih baik lagi kalau aku punya pintu kemana sajanya si kucing yang takut tikus. Aku ingin menghilang dari kelas ini. Aku nggak sanggup menghadapi tekanan batin ini. Somebody, anybody, take me out of this hell!

            Aku menempelkan wajahku di bangku, memikirkan kenapa aku bisa semalang ini. Dulu aku adalah seorang gadis yang lumayan populer, dulu saat aku masih berteman dengan Erika, Lala, dan Lili. Kami adalah sahabat yang bisa dikatakan nggak terpisahkan, kemana – mana selalu bareng. Tapi kemudian aku membuat kesalahan yang sangat fatal, aku merebut pacar Erika secara tidak sengaja. Ya, saat itu aku belum tahu kalau Dino adalah pacar sahabatku sendiri, karena Erika tidak pernah menceritakan itu padaku, jadi saat Dino mendekatiku, tentu saja aku menerimanya dengan senang hati, siapa juga yang bisa nolak cowok tampan blasteran Jepang Indonesia itu?

            Dan sejak saat itu Erika, Lala, dan Lili memusuhiku. Aku sudah berusaha menjelaskan kepada mereka kalau aku sama sekali nggak tau Dino dan Erika pacaran, tapi mereka nggak peduli. Aku dikucilkan, ditendang dari lingkaran persahabatan kami, dan lebih parahnya, ditendang dari lingkaran persahabatan siapapun. Mereka membuat gosip yang buruk tentang aku, aku cewek bispaklah, aku pernah ngegugurinlah, aku pemakelah, aku ini, aku itu, dan bahkan mereka mendukung gosip – gosip murahan itu dengan foto rekayasa yang disebarin di facebook, twitter, dan segala macam sosial media yang ada. Aku merasa kayak seorang artis yang dijelek-jelekin sama haters nya.

            Awalnya aku sempat stress berat, aku sempat pengen pindah sekolah, dan bahkan pengen bunuh diri, tapi kemudian aku sadar itu adalah jalan yang salah, jadi di sinilah aku, masih duduk di kelas dengan wajah yang menyatu dengan bangku dan mata yang mulai basah.

 

            Pelajaran hari itu terasa sangat lama, untunglah bel pulang berbunyi tepat sebelum tetes kesabaran terakhirku menguap. Aku berjalan cepat di koridor sekolah tanpa mempedulikan lagi mawar – mawar, cokelat – cokelat, boneka – boneka, ataupun kartu ucapan – kartu ucapan yang ada di tangan – tangan siswa – siswi yang aku lewati atau yang perpapasan denganku. Aku mempercepat langkahku menuju gerbang yang sudah terbuka dengan lebar.

            Hap!! Dan akupun sudah berada di luar sekolah, sudah aman. Aku menarik nafas lega.

            Mataku terbelalak kaget saat tiba – tiba setangkai mawar merah yang sangat segar dan cantik muncul di hadapanku. Mawar itu bersinar, sangat indah. Seorang pangeran dengan baju kerajaan berlutut di depanku dan mengacungkan mawar itu padaku. Oke! Pertama, dia bukan pangeran dengan baju kerajaan, dia hanya cowok biasa dengan wajah agak di bawah standar, rambut urakan, dan baju yang gak disetrika, dan kedua, dia nggak berlutut, cuma berdiri sambil tersenyum dengan tangan kanannya yang menyodorkan mawar, yang well, sebenarnya sudah agak layu. Tapi itu nggak penting, what matters is that AKU DAPAT MAWAR! Ingin rasanya aku teriak ke semua orang kalau aku dapat mawar. Ingin rasanya aku memamerkan mawar agak layu itu ke Erika dan dayang – dayangnya agar mereka tahu kalau aku juga bisa dapat mawar. Mawar itu adalah mawar pertamaku sejak valentine waktu aku SMP kelas satu. Aku terharu hiks hiks hiks.

            Aku mengambil mawar itu dengan tangan yang agak gemetaran, menempelkannya di hidungku, bau asap kendaraan dan bau parfum berbaur menciptakan bau yang membuatku ingin muntah, tapi aku tersenyum dan berkata, “Mawarnya bagus banget.”

            Cowok itu juga tersenyum, “Iya mbak, itu mawar terakhir saya hari ini. Buat mbak yang cantik ini, lima belas ribu saja deh.”

 

No comments:

Post a Comment