Saturday, May 8, 2021

Sepasang Mata Itu Mengawasiku

 

Pernahkah kalian merasa diawasi padahal kalian sedang sendiri? Pernahkah kalian merasa tiba-tiba merinding dan bulu kuduk kalian berdiri? Pernahkah kalian merasa ada sepasang mata yang selalu mengintai kalian ke mana pun kalian pergi?

image courtesy of Kumparan



Kehidupan sebagai mahasiswa memang penuh dengan kesibukan. Apalagi kalau kita ikut berbagai macam organisasi kemahasiswaan seperti HMJ dan UKM. Aku adalah seorang mahasiswa semester 1 yang bergabung di UKM Mapala karena aku memang senang berpetualang dan berbaur dengan alam. UKM Mapala di kampusku memiliki begitu banyak kegiatan yang kadang berlangsung sampai malam atau bahkan dini hari.

 

Aku masih ingat waktu itu Hari Jumat, entah Jumat Kliwon atau tidak, entah tanggal 13 atau tidak, aku tidak begitu ingat. Yang jelas saat itu UKM Mapala sedang mengadakan rapat DIKLAT untuk anak-anak SMA dan SMK sekabupaten Buleleng. Rapat itu dihadiri oleh dua puluh orang senior dan sembilan orang junior termasuk aku. Walaupun sangat lelah dan mengantuk, aku berusaha menunjukkan antusiasme selama mengikuti rapat itu. Maklumlah, anak baru, harus selalu terlihat bersemangat.

 

Beberapa kali aku melihat jam di handphone-ku, malam sudah sangat larut. Gerbang kos-ku sudah ditutup sejam yang lalu, sedangkan rapat kami belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Kakak-kakak senior tampak asyik berbincang-bincang tentang segala jenis kegiatan yang akan kami lakukan saat DIKLAT.

 

“Kenapa, Din? Kok kamu keliatan resah gitu?” bisik Adi, anak baru juga.

 

“Kos ku udah lama tutup nih.” Aku balas berbisik. Kalau para senior tahu kami mengobrol saat rapat, pasti kami akan dimarahi.

 

“Ntar aku anter deh.” Cowok itu tersenyum.

 

           

Aku tak membalas ucapannya. Dia memang terkenal playboy di sini, semua cewek junior pernah didekatinya. Bahkan pada waktu kami DIKLAT di hutan dulu, dia selalu berusaha mencari kesempatan untuk bisa duduk atau tidur berdekatan dengan cewek-cewek.

           

Rapat masih berlangsung. Kakak-kakak itu seperti tidak mengetahui kalau kami sudah sangat mengantuk dan ingin pulang atau mungkin mereka tahu, hanya saja mereka tidak peduli.

           

Okay, karena semuanya sudah jelas. Rapat kali ini sampai di sini saja. Masalah anggaran biaya akan dibicarakan pada rapat berikutnya minggu depan di markas kita jam 8 malam on time, boleh ngaret asalkan ngaretnya gak lebih dari setengah jam.” Kak Wisnu, ketua panitia, menutup rapat dengan guyonan garing khasnya tiga puluh menit kemudian.

           

Kami pun bergegas ke tempat parkir untuk mengambil motor. Kebetulan motorku parkir agak jauh di ujung dan teman-temanku tidak ada yang parkir di sana. Aku berjalan sendiri dengan sesekali menoleh ke sekeliling. Kampus yang terlihat menyenangkan di siang hari ini ternyata terasa menyeramkan di malam hari. Bunyi gesekan dahan pohon-pohon besar yang tumbuh di sekitar tempat parkir mengusik kesunyian malam, menambah kesan seram.

           

Aku mengambil handphone untuk membantu penerangan dan sekalian melihat jam. Sudah jam dua belas kurang lima belas menit. Sudah hampir tengah malam! Ketakutan mulai merasukiku. Aku merasa ada yang sepasang mata yang mengawasi gerak-gerikku.

           

Tiba-tiba angin berdesir sedikit lebih kencang. Aura dingin menyelimutiku dan aku merasakan sesuatu menyentuh bahuku. Tidak, ini pasti hanya halusinasiku saja, tapi sesuatu itu terasa semakin berat. Bulu kudukku berdiri dan tubuhku gemetar. Aku memberanikan diri menoleh ke belakang, “Adi???”

           

“Aku anter ya, say.” Dia memberikan senyum genitnya.

           

“Nggak usah, aku berani sendiri kok.”

           

“Nggak apa-apa. Aku anter aja, kos kita kan searah. Lagian kalau kos mu dah tutup, kamu boleh kok nginep di kos ku.”

           

Ihhh najis!

           

“Bercanda kok, bercanda..” Dia berkata setelah melihat tampang jutekku, “Ayo pulang, temen-temen dah pada pulang semua.”

           

Aku pun akhirnya pulang bareng Adi. Aku duluan dan dia belakangan. Aku berhenti di depan sebuah gedung putih berlantai dua, kos ku. Aku pun turun dan memanggil-manggil Pak Kasmin, penjaga kos.

           

Adi ikut turun, dia menggenggam tanganku. Seketika aku berhenti memanggil, dan menepis tangannya, “Apaan sih?!

           

Dia mencium pipiku. Kejadian itu begitu cepat, mungkin hanya sepersekian detik. Aku tak bisa bergerak. Mukaku memanas. Tanganku terangkat, siap menampar cowok kurang ajar ini, tapi tiba-tiba pintu gerbang terbuka, Pak Kasim terlihat menguap, “Kok baru pulang, Mbak?”

           

“Tadi ada rapat, Pak. Maaf ya ganggu tidur Bapak.” Aku bergegas menaiki motorku dan memasukkannya ke garasi kos dengan bersungut-sungut. “Awas aja kamu Adi, besok aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!”

           

Aku pun langsung masuk kamar dan  menghempaskan tubuhku di atas kasur. Handphone-ku bergetar, aku mengambilnya, telepon dari Adi. Apa lagi sih maunya tu anak?

           

“Hallo.” jawabku dengan ketus.

           

“Kamu di mana, Din?”

           

Di mana? Di mana apanya? “Ya di kos lah!” aku menjawab dengan ketus lagi.

           

“Loh? Kok udah pulang duluan? Aku nungguin kamu nih depan tempat parkir, mana di sini sepi, banyak nyamuk lagi, tega...”

           

“Apa??” handphone-ku mencelos. Kalau Adi masih di tempat parkir, terus yang tadi nganter aku tuh siapa? Sepasang mata itu masih mengawasiku.

4 comments: